Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

SELASWARA — Komunitas Akarpohon menggelar Perayaan Buku kumpulan cerita pendek (Kumcer) “Musik Akhir Zaman” karya Kiki Sulistyo yang diterbitkan Indonesia Tera, tahun 2024. Perayaan Buku itu digelar di Kedai Kojo, Jalan Udayana, Mataram, pada Sabtu, 20 April 2024.

Dalam acara tersebut, hadir Kiki Sulistyo selaku penulis, Ahmad Junaidi sebagai pembedah, Josephine Artia Gracia sebagai pemandu, serta ada penampilan dari Art of Distraction (A.o.D.) di akhir acara.

Buku kumcer Musik Akhir Zaman merupakan buku kumcer keempat Kiki Sulistyo, setelah menerbitkan kumpulan cerpen Belfegor dan Para Penambang (diterbitkan Basabasi, tahun 2018), Muazin Pertama di Luar Angkasa (DIVA Press, 2021), dan Bedil Penebusan (Marjin Kiri, 2021).

Dalam diskusi yang dipandu Josephine Artia Gracia, mahasiswi Ilmu dan Teknologi Pangan di Universitas Mataram dan aktif berkegiatan di Komunitas Senyum Puan, Kiki Sulistyo menyampaikan proses kreatif penerbitan buku Musik Akhir Zaman. Menurut Kiki, buku kumcer keempatnya ini berbeda dibandingkan tiga buku kumcer sebelumnya, terutama menyangkut proses produksinya.

“Tiga buku sebelumnya saya susun sendiri, cerpen-cerpen di dalamnya saya pilih sendiri dalam suatu konsep, tapi buku Musik Akhir Zaman ini tidak seperti itu,” ujar Kiki, peraih Kusala Sastra Khatulistiwa tahun 2017 untuk kumpulan puisinya Di Ampenan, Apalagi yang Kau Cari? (Basabasi, 2017).

Kiki menceritakan proses awal penerbitan Musik Akhir Zaman. Penerbit Indonesia Tera melalui akun media sosialnya mengumumkan penerimaan naskah cerpen dan novel sekitar bulan Mei 2021. Kemudian, Kiki mengirimkan naskah berisi 15 kumpulan cerpen dengan judul Musik Akhir Zaman.

Beberapa waktu kemudian, pihak penerbit menerima naskah itu. Editor menyusun ulang naskah buku kumcer, dari konsep awal yang ditawarkan Kiki dengan beberapa cerpen dari materi yang dikirim belakangan. Maka muncullah kumcer Musik Akhir Zaman versi yang diterbitkan tahun 2024 ini.

Proses produksi kumcer Musik Akhir Zaman juga berlangsung relatif lama. Kiki menyebutkan, perjalanan naskah Musik Akhir Zaman dimulai dari Mei 2021 sampai Februari 2024. “Sangat berbeda dengan buku kumcer lainnya (yang proses produksinya relatif lebih cepat),” ujar peraih Penghargaan Sastra 2023 dari Kemendikbudristek kategori kumpulan puisi untuk buku Tuhan Padi (Akarpohon & Halindo, 2021).

Kiki juga mengakui beberapa orang menganggap cerpen-cerpennya aneh atau cukup membingungkan. Menurutnya, sastra, seni atau semua ilmu pengetahuan harus dilihat sebagai sistem terbuka.

“Sastra/seni atau ilmu pengetahuan menjadi baik, organik, dan tumbuh ketika menjadi medan dialektis. Sistem tertutup membuatnya tidak akan berkembang. Kalau ditanya cerpen saya membingungkan, karena saya menempatkannya dalam suatu medan dialektis, sistem yang terbuka,” jelas Kiki.

Pembedah buku Musik Akhir Zaman, Ahmad Junaidi menjelaskan, koleksi cerpen Musik Akhir Zaman ini menolak lengkungan arus sungai naratif dan ritme yang tradisional. Sebagai gantinya menyajikan narasi yang terfragmentasi dan nonlinear yang mendorong batas-batas bentuk dan gaya, seperti dalam cerita pendek berjudul Nevermind 27.

“Saya menangkap cerita-cerita Kiki yang mengeksplorasi tema identitas masa lalu Indonesia, ingatan akan tokoh-tokoh legendaris orde baru, dan realitas filsafati manusia, sering kali membaurkan batas-batas di antara mereka dengan cara yang dapat menjadi menarik sekaligus membingungkan,” ujar Ahmad Junaidi, yang merupakan Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Mataram.

Penggunaan teknik-teknik yang tidak konvensional oleh Kiki seperti pergeseran sudut pandang pada Hukum Chekov yang ternyata pistolnya tak terpakai; akhir yang mendadak seperti pada Cerpen Pemeran Utama Langsung Mati Pada Menit Pertama; dan cerita yang lucu tapi ia tidak tahu kenapa itu lucu di cerpen Dukun Telinga, mungkin membuat pembaca merasa linglung dan emosinya tidak seimbang.

“Tetapi juga memprovokasi pemikiran dan introspeksi: apa iya buku ini harus saya selesaikan. Untuk apa saya membeli hal yang akan membungkan saya? Ajaibnya, saya tetap membaca meski bingung. Karena saya yakin, kalau di pembacaan pertama saya bingung, maka di pembacaan kedua saya pasti akan lebih bingung. Kenapa lanjut membaca? Karena saya menyukai keberanian penulis untuk mengambil risiko dan menantang status quo. Menantang yang kuasa,” jelas Ahmad Junaidi.

Menurutnya, buku ini mengundang pembaca untuk merangkul ketidakpastian dan menjelajahi kehalusan kondisi manusia yang banyak tak selesai dengan dirinya, karena tak puas dengan apa yang ada–seolah-olah semua harus menjadi tragedi atau komedi.

“Jadi cerita-cerita Kiki banyak yang sangat saya nikmati tak hanya sebagai gudang acuan nama-nama yang terkenal, meski implisit. Juga ada pemaknaan yang harus saya lakukan dalam cerita-cerita yang saya pahami di bagian-bagian tertentu,” ujar Ahmad Junaidi.

Perayaan Buku Musik Akhir Zaman ditutup dengan penampilan A.o.D. (Art of Disraction), kelompok pekerja musik asal Mataram yang mengeksplorasi bunyi derau sebagai bangunan artistik untuk efek distraksi.

Penulis buku kumcer Musik Akhir Zaman, Kiki Sulistyo (paling kanan), bersama pembedah Ahmad Junaidi (tengah), dan pemandu Josephine Artia Gracia dalam Perayaan Buku Musik Akhir Zaman di Kedai Kojo, Jalan Udayana, Mataram, Sabtu, 20 April 2024. (dokumen Komunitas Akarpohon)