Trans-Imediality dalam Performing Art: Menyelami Kolaborasi Antar Media Pada Lagu Kerajaan Malam Karya Armonica Band

Trans-Imediality telah menjadi pijakan penting dalam perkembangan seni pertunjukan modern. Terdapat pergeseran paradigma di dunia seni pertunjukan yang mengarah pada kolaborasi antara media, dan melampaui batasan-batasan tradisional dalam penciptaan dan eksekusi karya seni.

Integrasi media membuka pintu baru bagi eksplorasi kreatif dan menghadirkan pengalaman seni yang imersif dan unik bagi penonton. Dengan kehadiran teknologi yang terus berkembang dewasa ini, potensi kreatif trans-imediality tampaknya menjadi tidak terbatas, dan seniman memiliki kesempatan untuk terus menciptakan karya-karya seni pertunjukan yang luar biasa di masa depan.

Secara definitif: Trans-Imediality dalam seni pertunjukan mengacu pada penggunaan dan kombinasi beragam media dalam satu karya seni pertunjukan.

Media tersebut mencakup teater, tari, musik, gambar, video, dan teknologi digital lainnya. Pasalnya, di era digital hari ini, batasan antara media tengah semakin kabur, menghasilkan perpaduan yang inovatif, dinamis dan menciptakan pengalaman artistik yang holistik dan mendalam.

Dalam esai ini, saya akan membahas bagaimana trans-imediality pada lagu berjudul Kerajaan Malam, karya Armonica Band dan bagaimana mereka dapat menciptakan peluang baru untuk ekspresi kreatif yang lebih inovatif, imersif di masa yang akan datang.

Sebelumnya, Trans-imediality yang dimaksud memang tengah diwujudkan dalam lagu berjudul Kerajaan Malam karya Armonica Band. Pernah di pertunjukan pada saat gelaran Launching Single mereka di Event Nyala-Fest yang juga dipersembahkan oleh band ini untuk ritual launching single mereka.

Waktu itu, pertunjukannya hadir dengan mengkolaborasikan beberapa media yang berupaya melampaui batasan pada media tunggalnya, yang menciptakan pertunjukan seni yang berbeda dengan menggabungkan elemen-elemen lain seperti menghadirkan sastra, teaterikal, tari, proyeksi visual, lukisan, gambar dan seni instalasi.

Pertunjukan tersebut jelas menciptakan pengalaman multisensori bagi penonton yang hadir pada saat itu.

Namun, trans-imediality dalam seni pertunjukan yang ditawarkan juga sepertinya tidak semudah yang dibayangkan. Proses penyilangannya juga menimbulkan beberapa tantangan yang tidak mudah diurai dan dipecahkan solusinya.

Pada saat pertunjukan itu terjadi, Armonica sepertinya belum memahami secara mendalam bagaimana integrasi teknologi yang kompleks itu dapat menjadi sangat rumit karena mereka harus memerlukan keahlian teknis yang tinggi, juga pada kesulitan mereka memahami peran-peran media itu dalam persilangannya yang lebih intens, kesulitan dalam memahami logika media yang digunakan oleh kolaborator satu dengan yang lainnya.

Selain itu, ada risiko lain yang juga lebih dalam lagi, yakni bagaimana mereka tampak belum mampu mengalihkan perhatian penonton dari inti cerita atau karya seni yang di suguhkan agar tetap terkoneksi. Meski saya tidak akan menyimpulkan bahwa kemungkinan yang dihadirkan saat itu adalah suatu kegagalan.

Justru trans-imediality dalam seni perunjukan yang ditawarkan Armonica Band pada karyanya yang berjudul Kerajaan Malam itu merupakan satu garapan yang terkonsep.

Artinya mereka sadar ingin menghadirkan satu pertunjukan berbeda yang selama ini belum banyak dilakukan oleh para performance art di Lombok Timur. Hal ini tampak pada bagaimana upaya mereka menyatukan fragmentasi teatrikal di atas panggung (baca; panggungnya sendiri justeru lebih tepat disebut seni instalasi) karya seni instalasi ini dihadirkan oleh beberapa orang kolaborator dari rumpun seni rupa.

Sementara, Trans-Imediality lainnya itu juga tampak pada upaya kolaborator dari sanggar tari Kearu-Aru yang berupaya menggarap satu karya tari kontemporer dengan judul yang sama. Di mana vocabolary gerak yang dihadirkan para penari tersebut bersumber dari proses interpretasi mereka terhadap makna dari lagu Kerajaan Malam. Didukung dengan kostum, penggunaan simbol-simbol dan formasi epik yang ditawarkan.

Jadi, dari apa yang dilakukan Armonica Band saat itu, bahwa seniman seni pertunjukan dapat memperluas batas-batas kreativitas mereka dalam menghadirkan pengalaman yang lebih mendalam bagi penonton.

Berupaya menyatukan media-media yang berbeda tersebut secara harmonis tanpa mengurangi substansi artistik dari masing-masing elemen adalah tantangan yang harus dilalui.

Di sinilah peran trans-imediality ini memberikan kesempatan bagi seniman untuk terus menggali potensi artistik dengan memanfaatkan teknologi dan media baru yang terus berkembang.

Misalnya, peran Trans-Imediality dalam Seni Pertunjukan pada lagu berjudul Kerajaan Malam karya Armonica Band bisa menyasar beberapa hal:

Pertama. Trans-imedialitynya dapat memperkaya pengalaman penonton, merasakan rangsangan sensorik yang lebih kuat dan mendalam, menciptakan pengalaman yang tak terlupakan dan lebih imersif tentu saja.

Kedua. Tans-Imediality juga dapat berperan dalam peningkatan narasi dan ekspresi seni melalui media yang berbeda. Maksudnya dengan peranan ini, kita mampu mengeksplorasi narasi yang lebih kompleks dan mendalam, serta mengekspresikan ide-ide kreatif dengan cara yang unik dan inovatif.

Kolaborasi antara seniman dari latar belakang yang berbeda, seperti seniman visual bekerja dengan koreografer bekerja dengan musisi, bekerja dengan sastrawan dalam menciptakan pengalaman artistik yang unik dan kompleks.

Meskipun ya, harus diakui bahwa ada tantangan dan peluang dalam penerapan Trans-Imediality ini yang bisa sangat jelas dapat saya uraikan pada saat Armonica Band mengalami kesulitan dalam hal integrasi media yang memerlukan kerja sama yang erat antara seniman dan ahli teknologi pada saat itu.

Dan mereka belum menemukan kolaboratornya. Selain itu, mereka juga mengalami kebingungan bagaimana menempatkan kesesuaian antar media lagu sebagai yang tunggal dengan narasi, dengan visual art, teatrikal, tari, seni instalasi dan pesan karya keseluruhan yang juga perlu dipertimbangkan alurnya secara cermat.

Sebagai pembanding, saya dapat memberikan beberapa contoh karya-karya pionir Trans-Imediality yang cukup populer di dunia seni pertunjukan dewasa ini. “Sleep No More” karya Punchdrunk dan “Tree of Codes” karya Wayne McGregor misalnya.

Dimana kedua pertunjukan ini tengah benar-benar mampu menciptakan pengalaman tak terlupakan dengan memadukan elemen teater, tari, dan instalasi visual juga mempertanyakan batasan-batasan tradisional dalam seni pertunjukan secara epic. Oke.

Meski tak dapat dipungkiri bahwa biaya produksi juga adalah salah satu faktor utama yang penting jadi pertimbangan untuk dapat menghadirkan karya-karya seni pertunjukan trans-imediality seperti karya-karya seniman papan atas itu.

Jadi, Trans-Imediality pada lagu berjudul Kerajaanaan Malam karya Armonica menurut saya tengah memenuhi syarat penciptaannya. Mereka mampu menghadirkan kolaborasi antar media (sastra, senirupa, instalasi dan tari) untuk membuka jalan bagi karya-karya yang inovatif dan menyajikan pengalaman yang mendalam bagi penonton yang hadir saat itu dikemudian hari.

Meskipun tantangan dalam penggarapannya cukup mudah terdeteksi. Namun, tetap saja potensi kreasi artistik yang tak terbatas dan interaksi antar media yang menjadi landasan penting dalam seni pertunjukan mereka itu akan dihadirkan lebih intens, inovatif dan imersif di masa yang akan datang. Demikianlah.

Oleh Yuspianal Imtihan, M.Sn
Sawing, 30 Juli 2023

Yuspianal Imtihan, M.Sn lahir di Kelayu pada tanggal 13 April. Aktif sebagai dosen seni di Universitas Hamzanwadi. Di luar kampus, ia juga aktif sebagai pegiat seni pertunjukan, penulis naskah teater, esai seni, juga vokalis sebuah group band di Lombok Timur.

Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan sikap editorial Selaswara.