Tiga Petani Sigi Ditangkap dan Ditahan dengan Tuduhan Penambangan Ilegal

SELASWARA.COM — Tiga petani dari Sigi, Sulawesi Tengah, ditangkap dan ditahan oleh aparat penegak hukum lingkungan hidup dan kehutanan (GAKKUMDU) Wilayah Sulawesi dan Balai Taman Nasional Lore Lindu (BTNL) pada 11 Desember 2023. Mereka dituduh melakukan penambangan tanpa izin di dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu, yang merupakan kawasan konservasi alam yang dilindungi oleh undang-undang.

Menurut rilis media yang dikeluarkan oleh Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), sebuah organisasi yang berfokus pada perjuangan reforma agraria dan pembangunan industri nasional, penangkapan dan penahanan ketiga petani tersebut adalah improsedural dan berlebihan.

AGRA menilai bahwa proses penahanan yang dilakukan oleh GAKKUMDU dan BTNL tidak menghormati hak-hak korban sebagai warga negara, seperti hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk mendapatkan pembelaan dan pendampingan hukum, dan hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan manusiawi.

AGRA juga mengecam tindakan teror dan intimidasi yang dilakukan oleh GAKKUMDU dan BTNL terhadap rakyat, khususnya petani yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Terdapat bukti berupa foto yang menampilkan personel GAKKUMDU dan BTNL yang bersenjata lengkap saat melakukan operasi pengamanan hutan.

AGRA menuding bahwa GAKKUMDU dan BTNL telah mendudukkan rakyat sebagai pelaku kriminal sejak awal, tanpa melakukan penyelidikan yang mendalam dan objektif. AGRA juga membantah tuduhan yang diberikan oleh GAKKUMDU dan BTNL terhadap ketiga petani yang ditangkap.

Menurut AGRA, ketiga petani tersebut, yang bernama Farid, Arwin, dan Emon, hanya sedang mengumpulkan batuan material sisa pertambangan yang telah ditutup sejak bulan Mei tahun 2023 lalu. Peralatan yang ditemukan di lokasi penangkapan, seperti linggis, martil, dan alat tibe, bukanlah milik ketiga korban, melainkan milik penambang yang telah meninggalkan lokasi tersebut.

AGRA menambahkan bahwa satu-satunya barang yang dibawa oleh ketiga korban adalah parang, yang merupakan alat sehari-hari bagi petani, dan seperempat karung batuan yang sudah berhasil mereka kumpulkan sebelum penangkapan dilakukan.

Diungkapkan bahwa latar belakang sosial ekonomi dari ketiga petani yang ditangkap. AGRA mengatakan bahwa Farid dan Arwin adalah buruh tani yang hanya bekerja saat musim tanam dan musim panen, dan menjadi pekerja serabutan di luar musim tersebut.

Farid dan Arwin juga memiliki lahan perkebunan yang ditanami berbagai komoditas, seperti kemiri, vanili, dan kelapa, yang juga telah diklaim sebagai kawasan hutan oleh pihak berwenang. AGRA menyebutkan bahwa hasil perkebunan mereka telah menurun drastis sejak gempa tahun 2018 yang mengakibatkan kekeringan di wilayah aliran sungai Gumbasa, yang kemudian diperparah oleh fenomena perubahan iklim, seperti badai El Nino, yang mengakibatkan kemarau panjang.

Menyoroti dampak pandemi Covid-19 yang telah memperburuk situasi ekonomi rakyat, AGRA mengatakan bahwa banyak keluarga tani yang terjerat hutang pinjaman dengan bunga tinggi, termasuk Farid dan Arwin. Dalam rilisnya, AGRA menambahkan bahwa rusaknya mata pencaharian ditambah lagi dengan pandemi Covid-19 yang sangat panjang semakin memperburuk situasi ekonomi sehingga tidak sedikit keluarga tani terjerat hutang pinjaman “Tanggu Renteng” yang harus dibayar mingguan termasuk Farid dan Arwin.

Untuk itu, Farid dan Arwin terpaksa harus bekerja serabutan termasuk mencoba peruntungan dengan mengumpulkan batuan sisa tambang dengan harapan bisa dijual untuk bertahan hidup dan membayar hutang yang sayangnya ditangkap oleh GAKKUMDU dan BBTNLL dalam percobaan pengumpulan pertamanya.

Disampaikan juga, bahwa Farid dan Arwin adalah tulang punggung keluarga yang harus menghidupi keluarga dan membiayai pendidikan anak-anak mereka. Sehingga sontak setelah ditahan, keluarga tak lagi memiliki sumber pendapatan sama sekali karena kehilangan satu-satunya tenaga yang selama ini bekerja untuk mencari nafkah.

AGRA menegaskan bahwa tindakan kekerasan dan kriminalisasi di wilayah Taman Nasional Lore Lindu ini bukan kali pertama tetapi tindakan kriminalisasi kali ini menjadi pelengkap dari catatan buruk tindakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang telah dilakukan oleh BBTNLL terhadap rakyat lingkar kawasan Taman Nasional Lore Lindu.

Sebelumnya, pada tahun 2013 telah terjadi penangkapan terhadap satu orang petani di Kabupaten Poso dengan tuduhan melakukan pembalakan liar, selanjutnya pada tahun 2014 tiga belas orang petani Dongi-dongi dikriminalisasi dengan tuduhan melakukan penebangan liar dan pada tahun 2016 empat belas orang petani Dongi-dongi ditembaki saat sedang melakukan persiapan aksi demonstrasi menuntut tapal batas Taman Nasional Lore Lindu.

AGRA menilai bahwa muara dari serangkaian tindakan kekerasan dan kriminalisasi di wilayah Taman Nasional Lore Lindu ini adalah klaim BBTNLL terhadap tanah dan wilayah rakyat lingkar kawasan Taman Nasional Lore Lindu yang sejak lama telah dipermasalahkan rakyat lingkar Taman Nasional Lore Lindu.

Sebab, jauh sebelum kehadiran BBTNLL kawasan tersebut bukanlah tanah kosong melainkan tanah yang telah digarap dan dimanfaatkan oleh rakyat sekitar dan pemanfaatan tersebut masih berlangsung hingga saat ini.

AGRA menyoroti bahwa kehadiran BBTNLL dengan pengusaan tanah yang sangat luas yaitu mencapai 215.733,70 hektar tentunya telah mempersempit lahan garapan rakyat dan setahap demi setahap mengisolasi rakyat dari wilayah kelolanya.

Atas situasi ini, AGRA menuntut agar GAKKUMDU dan BTNL segera membebaskan ketiga petani yang ditangkap dan ditahan, dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap rakyat, khususnya petani yang hidup di sekitar kawasan konservasi.

AGRA juga mendesak agar pemerintah memberikan perlindungan dan pemulihan terhadap hak-hak rakyat atas tanah, sumber daya alam, dan mata pencaharian yang telah dirampas dan dirusak oleh berbagai kebijakan dan proyek pembangunan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat.

Berikut ini adalah tuntutan AGRA secara lengkap:

1. Hentikan proses hukum dan bebaskan Farid, Arwin, dan Emon karena mereka tidak melakukan tindakan pelanggaran hukum sebagaimana yang dituduhkan.
2. Berikan hak rakyat Sidondo I dan seluruh rakyat lingkar Taman Nasional Lore Lindu untuk berladang dan memanfaatkan hasil hutan serta seluruh sumber daya alam yang terkandung di dalamnya secara adil dan bertanggung jawab.
3. Hentikan tindakan teror, intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap rakyat Sidondo I dan seluruh rakyat lingkar Taman Nasional Lore Lindu.
4. Cabut Surat Keputusan Penetapan BBTNLL karena merampas tanah dan wilayah rakyat.
5. Laksanakan reforma agraria sejati sebagai solusi tenurial sejati bagi rakyat.

Pimpinan Pusat
Aliansi Gerakan Reforma Agraria

Ketua Umum
Mohammad Ali

Sumber: Rilis Media AGRA, 18/12/2023