Aku menghelai selempang amunisiku
Kamu melerainya ketika hendak gugur dari pundakku
Cuaca dipenuhi dengan segala kelabilannya
Menyilaukan kening setiap manusia
Juga mengkamuflase setiap kesedihan
Hingga sekonyong siang bertabrakan dengan genangan yang belum kering sisa semalam
Gelas sudah tandas
Tanpa sebatang candu di jepitan tangan
Ditemani hanya dengan seonggok dunia yang semalam aku masuki
Berisi labirin yang membuatku tersesat dan mengundang tangisan penuh dahaga
Suara pancuran air melebur pada udara bising
Menabur percikan yang mengkristal lalu mendarat di pipiku
Membiaskan derasnya laju aliran air mata
Dari sumber mata air airmata
Aku ingin melihat pelangi pada indah raut wajahmu
Namun cukup tiga warna saja
Warna harapan, kebahagiaan, dan juga cinta
Yang kesemuanya terlepas dari tuduhan tanpa belas kasihan
Benarkan saja ucapan selamat pagi yang aku dengar pada siang hari
Sebab harapku hanya mendengar pagi dan petang
Dan butuh ku hanya secawan gairah juga perenungan
Lalu puncaknya antara syukur dan penyesalan pada suntuk malam hening
Aku menolak derasnya hujan dan terik panas matahari
Menerima keseharian hanya berisi sekedar jingga pagi dan siluet sore
Kehangatan? aku ingin menyaksikan senyumanmu setiap hari
Pada ketulusan fajar dan senja yang menutupi keindahannya
Aka kabar Kehangatan?
Ucapku memulai sapaan dini hari
Menjemputmu di ujung timur batas kesibukan kota kerinduan
Lalu mengajakmu ke tengah aktivitas dunia yang fana
Berbekal catatan kumal dan tetesan terakhir nyawa sebuah tombak perlawanan
Aku belai mesra setiap kepedulianmu
Dan lalu aku lantangkan peranku dalam kehidupanmu
Sisa penjahat perang yang berjuang untuk merdeka
Sekadar dan selebih menyaksikan senyuman dan pipi kemerahan mu
Menatap tanpa kejap mata coklat pada binar bola matamu
Kehangatan, aku malu-malu memelukmu
Kamu lama-lama dalam pelukku
Ahmad Rijal Alwi,
Malang