ORDE BARU: Intervensi Kekuasaan Dalam Pentas Seni dan Diskusi Mahasiswa

“Polisi netral? Bohong juga?” tulis Pendiri Majalah Tempo, Goenawan Mohamad di akun Twitternya.

Kekuasaan saat ini bila mengambil istilah Marxis termasuk ‘Borjuis’. Bila dikorelasikan ke istilah lainnya ‘Birokrasi’, kaum borjuasi yang maju membutuhkan aparat birokrasi, terutama aparat militer, kemudian aparat yuridis dan lain-lain.

Seniman Butet Kartaredjasa dilarang oleh polisi untuk memuat unsur politik dalam pentas teater di TIM Jakarta, Jumat (1/12) lalu. Pentas tersebut berjudul Musuh Bebuyutan.
Butet mengaku diperintah untuk menandatangani surat pernyataan tidak akan membahas unsur politik dalam pentas.

Butet tetap menandatangani surat.
“Ya, tetap tanda tangan saja bahwa nanti aku dituduh melanggar ya biar dia tangkap saya,” ujar Butet, melansir CNN Indonesia. “Keren, selamat datang orde baru,” sambung pria berkacamata tersebut membuka pementasan.

Birokrasi harus dilawan dalam istilah Marxisme. Sebab, Birokrasi saat ini, masyarakat terkesan dilarang menjalankan kontrol sosial. Birokrasi telah memegang penuh masyarakat melalui aparatnya. “Saya sangat membencinya. Bukan birokrat individu, dia mungkin bajingan yang cakap. Namun, saya membenci sistemnya. Sistem itu melumpuhkan dan merusak dari atas dan bawah,” kata Lenin.

Terbaru, kasus Ketua BEM UI, Sedek Huang tiba-tiba dicopot dari jabatannya. Pria yang kerap mengkritik pemerintah itu diduga melakukan kekerasan seksual. Sementara, Huang merasa tidak pernah melakukan hal itu. Beda cerita yang dialami Ketua BEM UGM, Gielbran Muhammad Noor diintimidasi oleh oknum yang mengaku Intel. Terlebih lagi, Intel tersebut meminta biodata pribadi Gielbran. Ini terjadi karena Gilbran mengkritik Jokowi.

Dalam demokrasi kapitalis, terdapat kediktatoran kapitalis yang tersembunyi.

Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan sikap editorial Selaswara.