Lagu-lagu Pink Floyd seolah jadi bukti, bahwa musik adalah seni yang memiliki kekuatan untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.
Pink Floyd adalah salah satu band beraliran progressive rock yang paling legendaris dan berpengaruh dalam sejarah musik. Band ini terkenal dengan lagu-lagu yang memiliki lirik-lirik filosofis, eksperimental, dan kritis terhadap berbagai fenomena sosial dan politik yang terjadi di zamannya.
Lagu ini masuk ke dalam album Wish You Were Here, yang dirilis pada tahun 1975. Shine on Your Crazy Diamond merupakan lagu penghormatan kepada Syd Barrett, mantan anggota sekaligus pendiri Pink Floyd yang keluar dari band karena kecanduan obat-obatan dan masalah kesehatan mental. Syd Barrett adalah sosok yang sangat berbakat dan kreatif, tetapi juga sangat rapuh dan tidak stabil. Ia sering disebut sebagai “berlian gila” (crazy diamond) oleh teman-temannya.
Lagu ini terbagi ke dalam dua sesi, terdapat lima bagian pada sesi pertama (I-V) dan sesi kedua ada empat bagian (VI-IX). Pembagian tersebut lantaran lagu tersebut memiliki durasi yang begitu panjang, hampir mencapai setengah jam. Walau begitu, liriknya tak begitu banyak. Bahkan baru muncul pada pertengahan lagu.
Lirik lagu ini menggambarkan perasaan rindu, sayang, dan haru terhadap Syd Barrett, yang telah hilang dari dunia musik dan kehidupan sosial. Lagu ini juga mengajak Syd Barrett untuk tetap bersinar seperti berlian, meskipun ia telah menjadi korban dari industri musik yang kejam dan berorientasi uang.
Sama seperti Shine on Your Crazy Diamond, lagu Wish You Were Here juga turut ditujukan kepada Syd Barret. Namun dalam sampul albumnya, Pink Floyd mengkritik para industri rekaman yang berlaku tak adil kepada para musisi. Mereka takut dibakar/kehilangan pekerjaan apabila menentang, sehingga lebih memilih diam dengan royalti murah.
Lagu ini merupakan salah satu lagu Pink Floyd yang paling populer dan kontroversial. Lagu ini masuk ke dalam album The Wall, yang dirilis pada tahun 1979. Album ini bercerita tentang seorang bintang rock fiktif bernama Pink, yang mengalami trauma dan isolasi akibat pengalaman buruknya dalam hidup. Salah satu pengalaman buruk tersebut adalah pendidikan yang ia terima di sekolah.
Lagu ini terdiri dari tiga bagian (part 1, 2, dan 3), tetapi bagian yang paling terkenal adalah part 2, yang memiliki lirik “We don’t need no education / We don’t need no thought control / No dark sarcasm in the classroom / Teachers leave them kids alone / Hey! Teacher! Leave them kids alone! / All in all it’s just another brick in the wall / All in all you’re just another brick in the wall”.
Lirik lagu ini merupakan kekesalan mereka pada “teachers” yang diinterpretasikan sebagai pemerintah— yang selalu mengekang, sehingga kita tidak bisa menjadi diri sendiri. Dimana banyak pemerintahan pada masa itu selalu menyuruh kita untuk “patuh” dan tidak “ngeyel”.
Sedang kids dalam lagu ini mencerminkan masyarakat yang selalu dikekang oleh pemerintah. Dari tindakan hingga pemikiran, semua diatur. Aku jadi teringat sebuah band yang juga banyak melontarkan kritikan sejenis, namun lebih gahar lagi, yakni Melancholic B1tch— yang kini berubah nama jadi Majelis Lidah Berduri—yang barangkali akan aku perbincangkan esok hari.
Kembali ke Pink Floyd, ketika 1980, rezim Apartheid Afrika Selatan bahkan melarang Another Brick in the Wall part 2 lantaran menganggap lagu tersebut mengkritik keras sistem pendidikan inferior kulit hitam.
The Wall, bisa jadi merupakan tembok yang bikin kita tersisihkan di suatu tempat dan waktu. Sedang brick in the wall adalah kita, orang-orang yang menjadi tembok itu atau malah mereka, orang-orang yang membuat kita tersisih dan merasa tidak semestinya berada di sana.
Namun jika kalian melihat klip videonya, dimana merupakan versi daur ulang dari film Pink Floyd The Wall, kita akan menemukan interpretasi lain. Dimana lagu tersebut bercerita tentang pemberontakan anak sekolah yang menolak sebuah sistem pendidikan yang kaku, formalistik, dan pendidikan yang penuh dengan intimidasi.
Album Animals dirilis pada tahun 1977. Album ini terinspirasi dari novel karya George Orwell berjudul Animal Farm. Album ini menggambarkan kelas-kelas sosial dengan simbol beberapa hewan. Yang juga merupakan karakter yang bisa dibilang sama dalam novel, yakni Babi, Anjing, dan Domba.
Album ini merupakan kritik terhadap kapitalisme. Ia dengan cukup jelas menggambarkan kerusakan sosial serta moral masyarakat dalam laku kehidupan nyata. Yang oleh salah seorang penulis, dikatakan bahwa kondisi manusia sama dengan binatang semata.
Mereka menggambarkan kaum elitis, kapitalis dan politisi kotor dalam metafora lirik Dogs yang menggambarkan tingkah pihak-pihak yang mengkhianati kepercayaan masyarakat yang telah mempercayai serta memilihnya.
Babi adalah simbol dari para pemimpin yang korup dan manipulatif, yang memanfaatkan kekuasaan mereka untuk mengendalikan dan mengeksploitasi rakyat. Anjing adalah simbol dari para penjilat dan penegak hukum yang setia kepada babi, yang menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk menjaga status quo. Domba adalah simbol dari massa yang pasif dan tunduk, yang tidak berani melawan atau berpikir kritis.
Lagu ini menunjukkan betapa Pink Floyd tidak puas dengan kondisi masyarakat yang tidak adil dan tidak demokratis. Mereka menyerukan agar domba bangkit dan melawan babi dan anjing, yang telah menjadikan mereka sebagai korban.
Album ini merupakan salah satu album Pink Floyd yang paling sukses secara komersial, juga kritikan. Dark Side of the Moon memaksa para pendengarnya merasa cemas sekaligus terkesan terhadap eksplorasi melodi rumit yang sudah menjadi ciri khas dari Pink Floyd.
Ada sepuluh lagu yang saling berkaitan di album ini, yang membahas tentang berbagai aspek kehidupan manusia, seperti uang, waktu, kegilaan, perang, kematian, dan lain-lain. Seperti mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang sering menghantui manusia, seperti siapa kita, apa tujuan kita, dan apa arti hidup.
Dark Side of the Moon seolah menjadi refleksi dari pengalaman pribadi anggota Pink Floyd, terutama Roger Waters, yang merasa tertekan oleh industri musik dan kehidupan pribadinya. Ada rasa frustrasi, kesepian, ketakutan, dan kemarahan mereka terhadap dunia yang abai dan money oriented.
Ada satu lagu di Album ini yang paling terkenal: Us and Them, yang merupakan penolakan terhadap perang Vietnam. Lagu tersebut mengkritik kebijakan pemerintah Amerika Serikat yang terlibat dalam konflik bersenjata di Asia Tenggara, yang menelan banyak korban jiwa dan menyebabkan penderitaan bagi rakyat Vietnam dan tentara Amerika sendiri. Us and Them seolah menunjukkan betapa sia-sia dan bodohnya perang, yang hanya menguntungkan segelintir orang di atas, sementara merugikan banyak orang di bawah.
Terlepas dari berbagai konflik yang menyertai band ini, hingga akhirnya tinggal menyisakan reruntuhan, karya-karyanya masih tetap eksis dan abadi hingga kini. Tidak sedikit juga lagu-lagu mereka yang masih relevan dengan kondisi hari ini.
Ini mengisyaratkan, bahwa dunia dengan kemajuannya yang begitu pesat itu, nyatanya masih ada permasalahan yang hanya jalan di tempat alias mandek. Masalah-masalah tersebut seolah berkembang dan menemukan caranya untuk berbuat culas.
Demikianlah cara Pink Floyd menggambarkan sikap kritis dan perlawanan terhadap sistem yang tidak adil dan tidak manusiawi di eranya. Selain enak didengar, lagu-lagu Pink Floyd kerap jadi national anthem bagi banyak orang yang merasa tertindas dan termarjinalkan. Pink Floyd, seolah jadi bukti bahwa musik adalah seni yang memiliki kekuatan untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.
Sementara mereka merencanakan agenda busuk di sisi gelap bulan, tetaplah kamu menjadi berlian-berlian yang terus bersinar terang melawan segala ketidakadilan.***