Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

SELASWARA.COM — Di bawah langit biru Lombok yang memesona, pameran seni tunggal Sidzia Madvox, “Sisa-Sisa yang Tersisa”, menghamparkan keindahannya di Warung Kota, sebuah oase seni yang penuh nuansa nostalgia. Dari 21 hingga 27 Juli 2024, tempat ini berubah menjadi ruang magis di mana setiap lukisan menceritakan kisah hidup, refleksi, dan pergulatan batin sang seniman.

Saat memasuki ruang pameran, aroma cat minyak yang khas segera menyambut saya. Suasana hangat dan penuh kenangan terpancar dari setiap sudut. Warna-warna yang mendominasi lukisan terasa hidup, seolah berbisik lembut, mengajak kita untuk masuk lebih dalam ke dalam cerita yang tertuang di setiap kanvas.

Menyelami Dunia Kanvas Sidzia

Di sudut ruangan, “Mantan Pedagang Jamu” memikat mata dengan sapuan kuas yang ekspresif dan tekstur yang kasar. Potret seorang perempuan dengan latar belakang abstrak menggambarkan perubahan identitas dan hilangnya tradisi di tengah modernitas yang cepat.

Warna putih, biru, dan sentuhan coklat memberi kesan nostalgia dan hening, mengajak kita merenungi masa lalu yang kaya akan tradisi.

Lain dengan lukisan “Pedagang Sate”, lukisan tersebut membawa kita pada kisah sederhana namun penuh makna. Sidzia menggambarkan pengalaman pribadinya dengan seorang teman dari Wonogiri yang membantu ibunya membuat jamu.

Membaca deskripsi lukisan “Pedagang Sate”, saya kemudian membayangkan Sidzia, dengan mata yang berkilau penuh kenangan mengingat kembali memori tentang interaksi kecil namun bermakna yang mengajarkan Sidzia tentang kehangatan dan kebersamaan.

Di sudut lain, “Melawan Diri Sendiri” menceritakan perjuangan batin melalui metafora kucing yang berkelahi dengan bayangannya di cermin.

Lukisan ini menggambarkan konflik internal yang sering kali kita alami, sebuah tema universal yang diceritakan dengan kepekaan dan kejujuran. “Ini adalah refleksi dari pertarungan saya sendiri,” kata saya sambil tersenyum tipis saat melihat lukisan dan deskripsinya.

Lukisan lainnya, “Merangkai Angka”, sebuah lukisan yang mengisahkan teman Sidzia yang sering diminta untuk merumuskan togel meskipun hasilnya sering nihil.

Karya ini mencerminkan ketekunan dan harapan meskipun seringkali berujung pada kekecewaan, menggugah kita untuk merenungkan impian dan realitas yang kerap tak sejalan.

Karya “Eksploitasi” menyoroti bagaimana orang terdekat bisa menjadi penjahat dalam kehidupan seseorang. Dengan sapuan kuas yang dramatis dan warna-warna kontras, lukisan ini menggugah emosi dan mengajak kita merenungi relasi pribadi yang kompleks.

“Gayeng” adalah seruan untuk berkesenian dengan asyik dan menyenangkan. Lukisan ini, dengan warna-warna cerah dan bentuk yang dinamis, menangkap esensi keceriaan dalam berkreasi. Sepertinya, Sidzia mengajak kita untuk merayakan seni dengan jiwa yang bebas dan penuh gairah.

Pada karya “Sugeng Rawuh”, Sidzia kembali dengan semangat baru. Lukisan ini menandai kembalinya sang seniman ke dunia seni rupa dengan energi yang segar dan penuh warna.

Dengan sapuan kuas yang berani dan warna-warna yang menyala, karya ini menyapa pengunjung dengan pesan “Selamat Datang” yang hangat dan menggetarkan.

Salah satu karya paling unik adalah “Lobster Monster”, terinspirasi dari pengalaman pertama Sidzia memakan lobster. Dengan sentuhan warna merah yang mencolok, lukisan ini menggambarkan kesan Sidzia terhadap lobster yang ia anggap sebagai udang besar, membawa kita pada perjalanan rasa dan pengalaman yang tak terlupakan.

Selain itu, “Pesta Nasi Kucing” bercerita tentang bagaimana kita dapat mensyukuri hal-hal kecil dan menikmatinya. Lukisan ini terinspirasi dari momen berbuka puasa bersama saudara-saudari muslim, menggambarkan kebahagiaan dan kebersamaan dalam kesederhanaan.

Karya “Gadis Banyumulek” terinspirasi dari kunjungan Sidzia ke sentra kerajinan gerabah di Banyumulek, Lombok Barat. Lukisan ini menggambarkan seorang gadis dengan balutan kain di tubuhnya yang sedang membawa hasil kerajinan gerabah ke art shop.

Dengan kulit kecokelatan yang eksotis, karya ini menangkap esensi keindahan dan ketekunan dalam kerajinan tradisional.

Menghidupkan Setiap Kanvas

Setiap karya dalam pameran ini membawa cerita dan pesan yang mendalam, sering kali terinspirasi dari pengalaman pribadi Sidzia atau refleksi sosial dan budaya yang lebih luas.

Pameran ini mengajak pengunjung untuk merenungi dan merasakan setiap emosi dan cerita yang dihadirkan oleh Sidzia Madvox.

Dengan latar belakang musik live dari band Tomstone dan sesi ngobrol santai setiap malam, pameran ini menjadi ajang yang sempurna untuk menikmati seni dalam suasana yang intim dan penuh makna.

“Sisa-Sisa yang Tersisa” adalah bukti bahwa seni bukan hanya tentang keindahan visual, tetapi juga tentang menyampaikan cerita dan emosi yang mendalam. Sidzia Madvox berhasil menghidupkan setiap kanvas dengan sentuhan personal dan refleksi yang mendalam, menciptakan dialog yang abadi antara seniman, karyanya, dan penontonnya.

Inspirasi dari Sang Seniman

Di antara diskusi-diskusi hangat dan obrolan malam yang akrab, Sidzia Madvox berbagi pemikiran mendalamnya: “Karena kurang maka kamu lebih.”

Kalimat ini menggema di antara karya-karyanya, mencerminkan keyakinannya bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berkarya, melainkan pemicu kreativitas yang lebih dalam.

“Juga memiliki banyak arti, salah satunya adalah: ‘Persetan dengan skill yang penting tampil.’ Keterbatasan dan kekurangan bukan menjadi penghalang untuk berkarya. Tidak perlu menjadi hebat untuk memulai, tapi dengan berkarya kamu akan memiliki nilai,” tambah Sidzia.

Dengan semangat ini, Sidzia menunjukkan bahwa seni adalah tentang keberanian untuk mengekspresikan diri, terlepas dari keterbatasan dan tantangan yang ada.

Pameran “Sisa-Sisa yang Tersisa” adalah manifestasi dari semangat tersebut, sebuah undangan bagi kita semua untuk merayakan dan menghargai seni dalam segala bentuk dan ekspresinya. Bagi mereka yang mencari inspirasi dan ingin merasakan keajaiban seni, pameran ini adalah destinasi yang wajib dikunjungi.