Tepat di antara dinginnya udara yang riuh oleh kesibukan kota
Aku adalah pejalan kaki yang disesatkan oleh lampu-lampu tepi jalan
Aku adalah pejalan kaki yang digelincirkan oleh kerikil-kerikil tepi jalan
Aku adalah pejalan kaki yang dihujani oleh pohon-pohon tepi jalan
/
Tepat di antara dinginnya udara yang riuh oleh kesibukan kota
Bagaimanapun juga, aku telah melewati batas kecemasan yang menghiasi jalan
Bagaimanapun juga, aku telah melewati batas tumpukan yang mengotori jalan
Bagaimanapun juga, aku telah melewati batas genangan yang membanjiri jalan
/
Tepat di antara dinginnya udara yang riuh oleh kesibukan kota
Ada baiknya aku berhenti untuk mengumpat di hadapannya
Ada baiknya aku berhenti untuk menangis di hadapannya
Ada baiknya aku berhenti untuk berdoa di hadapannya
/
Tepat di antara dinginnya udara yang riuh oleh kesibukan kota
Aku bepergian demi menyampaikan pesan-pesan keadilan
Aku bepergian demi mengibarkan panji-panji keadilan
Aku bepergian demi melantunkan ayat-ayat keadilan
– Malang, 2024
Dia sudah tenggelam
Meninggalkan kepingan-kepingan keindahan
Pergi dengan pelan
Tanpa sepatah kata yang terlontah dari kilaunya
/
Dan lautan tetap saja bergelombang
Menggemuruh pada kayu yang mengapung di pundak
Bertahan dengan keriuhan
Tanpa pamrih mengejawantahkan kelembutan air
– Surabaya, 2024
Selepas itu
Bagaimana jika udara daratan dan lautan
Tidak lagi bersebrangan
Dan aku masih dalam perjalanan
Belum rampung semua
Bahkan sesederhana mempersiapkan
Perjamuan sehabis pemujaan
Sebelum itu
Dengan cekatan aku hindari
Semua beling yang bercecar
Meski begitu aku juga belum sampai
Kecuali pada pengisian air
Kuali-kuali yang tidak lama lagi
Pecah, lalu melebur pada tanah
– Pringgasela, 2024